Waspada propaganda asing dibalik permintaan referendum Papua. Jangan mau diprovokasi!
Pada 28 Agustus, ada sekelompok masa demo di depan Istana mengkibarkan bendera bintang kejora dan menuntut referendum Papua. Kemudian pada, 29 Agustus terjadi aksi demo disertai perusakan mobil dinas Dandim 1701 dan pembakaran gedung DPRD di Jayapura.
Jauh hari sebelumnya, juga sempat terjadi aksi sekelompok masa di bandara Sorong, Papua. Mereka merusak fasilitas umum dan sempat membuat bandara lumpuh meskipun tidak berlangsung lama.
Semua rentetan kejadian tersebut bermula dari dugaan rasisme yang dilakukaan oleh beberapa oknum di depan Asrama mahasiswa Papua, di Surabaya. Pihak polisi sendiri sudah menetapkan satu orang tersangka bernama Tri Susanti. Selain itu juga ada 5 oknum anggota TNI yang di skors dan diseret ke pengadilan militer.
Nah, siapakah Tri Susanti yang menjadi tersangka atas dugaan hoaks dan rasisme ini?
TS adalah kader Gerindra yang pernah menjadi saksi pihak Prabowo-Sandi di sidang gugatan hasil pemilihan presiden di MK. TS juga diketahui gagal lolos sebagai caleg dari Gerindra di Surabaya.
Baca juga: HTI dan Siasat Jalanan Orde Baru Mencoba Adu Domba Banser dan Papua
Sebenarnya ada apa dengan semua kejadian ini?
Keadaan Papua sudah jauh lebih baik dari era pemerintahan sebelumnya. Bahkan pmerintahan sekarang begitu peduli kepada masyarakat Papua, tapi mengapa masih ada kelompok yang menuntut referendum Papua?
Suara-suara tuntutan referendum tersebut tentu bukan mewakili sebagian besar warga asli Papua, yang sudah mendapatkan perhatian dari pemerintah terhadap perbaikan ekonomi dan pembangunan infrastruktur di Papua.
Fakta tersebut dapat dilihat dari jumlah APBN ke Papua yang meningkat 62 triliun dan ke Papua Barat 28,34 triliun. Pembangunan jalan dengan membuka daerah terisolasi hingga 3.259 Km di Papua dan 1.071 Km di Papua Barat.
Penyamarataan Harga BBM di Papua dari Rp 70.000/liter menjadi 6.500/liter. Harga semen dari 2 jt menjadi 500 rb/zak ukuran 50 kg. Semua ini adalah wujud dari diplomasi pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan di wilayah Indonesia paling timur.
Ini belum bicara soal Freeport di Papua, yang mana ada kepentingan kelompok yang mulai terusik, ‘tentakelnya’ terputus dan marah akibat kebijakan pemerintahan saat ini.
Memang membangun Papua tidak bisa instan, tapi dari data dan fakta yang saya sebutkan, paling tidak bisa membuka mata publik bahwa keseriusan dan kepedulian pemerintah terhadap saudara kita di Papua bukan omong kosong.
Adanya kerusuhan terkais isu Papua yang terus menggelinding layakany bola saju patut diwaspadai oleh semua pihak, terutama dari pihak pemerintah.
Dugaan sementara, ada provokator dan simpatisan separatis yang terus menjadi ‘bahan bakar’ untuk memanaskan situasi menurut saya masih relevan. Hal ini bisa dilihat betapa masifnya provokasi dan sumber berita hoaks yang disebarkan malalui media sosial terkait isu Papua.
“Menurut saya, Aksi-aksi yang digelar terkait Papua saat ini bukan lagi soal rasisme, namun sudah berkembang menjadi aksi brutal dan separatisme.”
Akibat rusuh isu Papua ini, sudah ada 1 orang anggota TNI yang gugur dibunuh secara kejam, dan ada 5 orang anggota polisi luka-luka. Mereka sudah secara brutal menyerang aparat TNI dan Polri yang mengamankan aksi unjuk rasa tanpa suara tembakan.
Gugurnya seorang anggota TNI adalah bukti ada gerakan separatis di balik rusuh soal rasisme.
Bisa dibayangkan, jika ada satu saja dari kelompok unjuk rasa yang meninggal akibat serangan aparat maka bisa jadi kerusuhan akan semakin membesar. Itulah propaganda pihak asing yang dimainkan lewat proxy yang terus memanaskan situasi republik ini.
Semua kerusuhan yang terjadi ini bukan soal membela kepentingan warga Papua, namun ini soal kepentingan politik. Ya, kepentingan politik untuk menguasai Papua yang kaya dengan sumber daya alamnya.
Kita semua tahu, Papua masih sangat ‘seksi’ sehingga banyak yang ingin merebutnya dari NKRI.
Coba kita perhatikan, adu domba antara TNI-Polri dengan rakyat Papua mulai masif dilakukan. Opini bahwa pemerintahan Jokowi lemah dan gagal merangkul Papua juga masif disuarakan di media sosial.
Kelompok yang mengadu domba semua itu adalah para penghianat, yang menginginkan agar referendum Papua segera terwujud melalui dukungan dari pihak asing, khususnya dari PBB.
Mari kita berdo’a, semoga bangsa kita selamanya dapat bersatu, dan Papua tetap menjadi ‘Surga kecil’ di bumi NKRI. Aamiin.
Yusuf Muhammad