Begini Tanggapan Dosen Al-Azhar Tentang Hasil Munas NU 2019

oleh -1,109 views
image/png

3. Tak berniat mengubah nash Quran Surat al-Kafirun

Menurutnya, tidak ada niatan untuk mengubah redaksi atau nash dari Surat Al-Kafirun. Ini membalik fitnah yang keji yang sudah menyimpang dari substansi pembahasan hasil Bahsul Masail. “Di beberapa negara Timur Tengah seperti mesir dan Arab Saudi telah menggunakan istilah non-Muslim (Ghoirul Muslimin) terlebih dahulu di kawasan umum,” tambah alumni Universitas Islam Malang ini.

Kiai Ahmad mengatakan perlu upaya lebih dari para ulama untuk memahamkan kelompok yang tidak paham maksud dari NU ini. Hal ini diterbitkan tidak berlarut-larut masalah yang sebenarnya sudah jelas. “Sekarang menjadi tugas kiai dan ulama serta para gawagus untuk memahamkan tema ini agar mudah dicerna oleh masyarakat awam yang berada di tengah bawah,” tandasnya. (*)

Author: Wildan

Editor: Muweil

Menurutnya, PBNU dan tim Bahsul Masail telah berhasil membuat terobosan dan lompatan membantah yang luar biasa terkait dengan Fiqh Siyasah , Fiqh Bi’ah ( Lingkungan) dan juga Fiqh Mu’amalah . Tidak ada organisasi keagamaan lain yang se-inovatif NU saat ini

“Kata Kafir dirasa kurang elok di tengah isu SARA dan politik identitas yang dihembuskan kelompok radikalis dan kaum takfiri akhir-akhir ini diganti dengan kata-kata non-Muslim. Untuk mempersatukan anak bangsa yang berhubungan dengan orang yang hidup di negara,” jelas Pengasuh Pesantren Al- Aqobah Jombang ini.

Baca juga: Mereka Bisanya Nyinyir Terkait Usulan Tak Boleh Panggil Kafir ke Non Muslum

3. Tak berniat mengubah nash Quran Surat al-Kafirun

Menurutnya, tidak ada niatan untuk mengubah redaksi atau nash dari Surat Al-Kafirun. Ini membalik fitnah yang keji yang sudah menyimpang dari substansi pembahasan hasil Bahsul Masail. “Di beberapa negara Timur Tengah seperti mesir dan Arab Saudi telah menggunakan istilah non-Muslim (Ghoirul Muslimin) terlebih dahulu di kawasan umum,” tambah alumni Universitas Islam Malang ini.

Kiai Ahmad mengatakan perlu upaya lebih dari para ulama untuk memahamkan kelompok yang tidak paham maksud dari NU ini. Hal ini diterbitkan tidak berlarut-larut masalah yang sebenarnya sudah jelas. “Sekarang menjadi tugas kiai dan ulama serta para gawagus untuk memahamkan tema ini agar mudah dicerna oleh masyarakat awam yang berada di tengah bawah,” tandasnya. (*)

Author: Wildan

Editor: Muweil

Melalui penerjemahnya KH Achmad Kanzul Fikri, dikutip dari nuonline, yang disampaikan ketika acara seminar ke Aswajaan di Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah (Unwaha) Tambakberas, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (04/03), beliau menyampaikan begini:

“Masalah ini (pemecahan kata kafir) juga diamini oleh Syech Bilal Mahmud Afifi Ghanim dari Universitas Al-Azhar, Kairo, saat mengisi seminar keAswajaan di Unwaha. Ia mendukung PBNU dalam perundingan mengenai kata kafir diganti dengan non-muslim, “katanya.

Diketahui sebelumnya, NU mengadakan acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 yang bertempat di Jawa Barat. Dalam acara tersebut melalui forum Bahsul Masailnya, selalain membahas mengenai Islam Nusantara, NU juga membuka pembahasan tentang ungkapan kafir dan non-muslim.

Walaupun hasil Bahsul Masail tersebut sebenarnya masih banyak yang belum diverifikasi, namun beritanya sudah nyebar di media sosial dan media online. Bahkan ada sebagian kelompok yang memberi kesimpulan sebagai sesuatu yang tidak baik.

Padahal pembahasan mengenai kata kafir yang akan diganti dengan non-muslim dimaksud dalam forum itu adalah dalam konteks bermu’asyarah. Dimana selayaknya antar umat beragama dalam hidup berbangsa tidak etis jika orang yang berbeda agama dipanggil dengan sebutan kafir karena cendrung diskriminatif.

2. NU berhasil membuat terobosan dan lompatan baru jauh ke depan

Menurutnya, PBNU dan tim Bahsul Masail telah berhasil membuat terobosan dan lompatan membantah yang luar biasa terkait dengan Fiqh Siyasah , Fiqh Bi’ah ( Lingkungan) dan juga Fiqh Mu’amalah . Tidak ada organisasi keagamaan lain yang se-inovatif NU saat ini

“Kata Kafir dirasa kurang elok di tengah isu SARA dan politik identitas yang dihembuskan kelompok radikalis dan kaum takfiri akhir-akhir ini diganti dengan kata-kata non-Muslim. Untuk mempersatukan anak bangsa yang berhubungan dengan orang yang hidup di negara,” jelas Pengasuh Pesantren Al- Aqobah Jombang ini.

Baca juga: Mereka Bisanya Nyinyir Terkait Usulan Tak Boleh Panggil Kafir ke Non Muslum

3. Tak berniat mengubah nash Quran Surat al-Kafirun

Menurutnya, tidak ada niatan untuk mengubah redaksi atau nash dari Surat Al-Kafirun. Ini membalik fitnah yang keji yang sudah menyimpang dari substansi pembahasan hasil Bahsul Masail. “Di beberapa negara Timur Tengah seperti mesir dan Arab Saudi telah menggunakan istilah non-Muslim (Ghoirul Muslimin) terlebih dahulu di kawasan umum,” tambah alumni Universitas Islam Malang ini.

Kiai Ahmad mengatakan perlu upaya lebih dari para ulama untuk memahamkan kelompok yang tidak paham maksud dari NU ini. Hal ini diterbitkan tidak berlarut-larut masalah yang sebenarnya sudah jelas. “Sekarang menjadi tugas kiai dan ulama serta para gawagus untuk memahamkan tema ini agar mudah dicerna oleh masyarakat awam yang berada di tengah bawah,” tandasnya. (*)

Author: Wildan

Editor: Muweil

1. Mengamini dan Mendukung Hasil Munas NU 2019

Melalui penerjemahnya KH Achmad Kanzul Fikri, dikutip dari nuonline, yang disampaikan ketika acara seminar ke Aswajaan di Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah (Unwaha) Tambakberas, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (04/03), beliau menyampaikan begini:

“Masalah ini (pemecahan kata kafir) juga diamini oleh Syech Bilal Mahmud Afifi Ghanim dari Universitas Al-Azhar, Kairo, saat mengisi seminar keAswajaan di Unwaha. Ia mendukung PBNU dalam perundingan mengenai kata kafir diganti dengan non-muslim, “katanya.

Diketahui sebelumnya, NU mengadakan acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 yang bertempat di Jawa Barat. Dalam acara tersebut melalui forum Bahsul Masailnya, selalain membahas mengenai Islam Nusantara, NU juga membuka pembahasan tentang ungkapan kafir dan non-muslim.

Walaupun hasil Bahsul Masail tersebut sebenarnya masih banyak yang belum diverifikasi, namun beritanya sudah nyebar di media sosial dan media online. Bahkan ada sebagian kelompok yang memberi kesimpulan sebagai sesuatu yang tidak baik.

Padahal pembahasan mengenai kata kafir yang akan diganti dengan non-muslim dimaksud dalam forum itu adalah dalam konteks bermu’asyarah. Dimana selayaknya antar umat beragama dalam hidup berbangsa tidak etis jika orang yang berbeda agama dipanggil dengan sebutan kafir karena cendrung diskriminatif.

2. NU berhasil membuat terobosan dan lompatan baru jauh ke depan

Menurutnya, PBNU dan tim Bahsul Masail telah berhasil membuat terobosan dan lompatan membantah yang luar biasa terkait dengan Fiqh Siyasah , Fiqh Bi’ah ( Lingkungan) dan juga Fiqh Mu’amalah . Tidak ada organisasi keagamaan lain yang se-inovatif NU saat ini

“Kata Kafir dirasa kurang elok di tengah isu SARA dan politik identitas yang dihembuskan kelompok radikalis dan kaum takfiri akhir-akhir ini diganti dengan kata-kata non-Muslim. Untuk mempersatukan anak bangsa yang berhubungan dengan orang yang hidup di negara,” jelas Pengasuh Pesantren Al- Aqobah Jombang ini.

Baca juga: Mereka Bisanya Nyinyir Terkait Usulan Tak Boleh Panggil Kafir ke Non Muslum

3. Tak berniat mengubah nash Quran Surat al-Kafirun

Menurutnya, tidak ada niatan untuk mengubah redaksi atau nash dari Surat Al-Kafirun. Ini membalik fitnah yang keji yang sudah menyimpang dari substansi pembahasan hasil Bahsul Masail. “Di beberapa negara Timur Tengah seperti mesir dan Arab Saudi telah menggunakan istilah non-Muslim (Ghoirul Muslimin) terlebih dahulu di kawasan umum,” tambah alumni Universitas Islam Malang ini.

Kiai Ahmad mengatakan perlu upaya lebih dari para ulama untuk memahamkan kelompok yang tidak paham maksud dari NU ini. Hal ini diterbitkan tidak berlarut-larut masalah yang sebenarnya sudah jelas. “Sekarang menjadi tugas kiai dan ulama serta para gawagus untuk memahamkan tema ini agar mudah dicerna oleh masyarakat awam yang berada di tengah bawah,” tandasnya. (*)

Author: Wildan

Editor: Muweil

NSNow | Dosen Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir, Syekh Bilal Mahmud, Afifi Ghanim, mendukung PBNU mengenai pembahasan ungkapan kafir diganti dengan non muslim dalam konteks menghargai dan saling menghormati antar umat beragama di Indonesia.

1. Mengamini dan Mendukung Hasil Munas NU 2019

Melalui penerjemahnya KH Achmad Kanzul Fikri, dikutip dari nuonline, yang disampaikan ketika acara seminar ke Aswajaan di Universitas KH Abdul Wahab Hasbullah (Unwaha) Tambakberas, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (04/03), beliau menyampaikan begini:

“Masalah ini (pemecahan kata kafir) juga diamini oleh Syech Bilal Mahmud Afifi Ghanim dari Universitas Al-Azhar, Kairo, saat mengisi seminar keAswajaan di Unwaha. Ia mendukung PBNU dalam perundingan mengenai kata kafir diganti dengan non-muslim, “katanya.

Diketahui sebelumnya, NU mengadakan acara Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 yang bertempat di Jawa Barat. Dalam acara tersebut melalui forum Bahsul Masailnya, selalain membahas mengenai Islam Nusantara, NU juga membuka pembahasan tentang ungkapan kafir dan non-muslim.

Walaupun hasil Bahsul Masail tersebut sebenarnya masih banyak yang belum diverifikasi, namun beritanya sudah nyebar di media sosial dan media online. Bahkan ada sebagian kelompok yang memberi kesimpulan sebagai sesuatu yang tidak baik.

Padahal pembahasan mengenai kata kafir yang akan diganti dengan non-muslim dimaksud dalam forum itu adalah dalam konteks bermu’asyarah. Dimana selayaknya antar umat beragama dalam hidup berbangsa tidak etis jika orang yang berbeda agama dipanggil dengan sebutan kafir karena cendrung diskriminatif.

2. NU berhasil membuat terobosan dan lompatan baru jauh ke depan

Menurutnya, PBNU dan tim Bahsul Masail telah berhasil membuat terobosan dan lompatan membantah yang luar biasa terkait dengan Fiqh Siyasah , Fiqh Bi’ah ( Lingkungan) dan juga Fiqh Mu’amalah . Tidak ada organisasi keagamaan lain yang se-inovatif NU saat ini

“Kata Kafir dirasa kurang elok di tengah isu SARA dan politik identitas yang dihembuskan kelompok radikalis dan kaum takfiri akhir-akhir ini diganti dengan kata-kata non-Muslim. Untuk mempersatukan anak bangsa yang berhubungan dengan orang yang hidup di negara,” jelas Pengasuh Pesantren Al- Aqobah Jombang ini.

Baca juga: Mereka Bisanya Nyinyir Terkait Usulan Tak Boleh Panggil Kafir ke Non Muslum

3. Tak berniat mengubah nash Quran Surat al-Kafirun

Menurutnya, tidak ada niatan untuk mengubah redaksi atau nash dari Surat Al-Kafirun. Ini membalik fitnah yang keji yang sudah menyimpang dari substansi pembahasan hasil Bahsul Masail. “Di beberapa negara Timur Tengah seperti mesir dan Arab Saudi telah menggunakan istilah non-Muslim (Ghoirul Muslimin) terlebih dahulu di kawasan umum,” tambah alumni Universitas Islam Malang ini.

Kiai Ahmad mengatakan perlu upaya lebih dari para ulama untuk memahamkan kelompok yang tidak paham maksud dari NU ini. Hal ini diterbitkan tidak berlarut-larut masalah yang sebenarnya sudah jelas. “Sekarang menjadi tugas kiai dan ulama serta para gawagus untuk memahamkan tema ini agar mudah dicerna oleh masyarakat awam yang berada di tengah bawah,” tandasnya. (*)

Author: Wildan

Editor: Muweil